BUDAYA PEDALAMAN(AGRARIS)DI SULAWESI SELATAN
Indonesia adalah negara agraris dimana sebagaian besar penduduknya, terutama yang mendiami daerah pegunungan dan pedalaman memiliki mata pencaharian sebagai petani. Petani secara umum dapat diartikan sebagai orang-orang yang senantiasa terlibat dalam lapangan kerja bercocok tanam dimana sebagian atau sepenuhnya dari pada kebutuhan hidupnya dipenuhi melalui sektor pertanian.
Di Provinsi Sulawesi Selatan mayoritas penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani di sawah dan di ladang. Pekerjaan petani/padi sawah disebut "pallaongruma" atau "pa' galung dan yang bekerja di lang atau di kebun disebut "pa dare". Sistem pengetahuan bercocok tanam yang telah mengakar diwariskan secara turun temurun seperti membuat sawah berpetak-petak hanya dibatasi oleh pematang, mengolah lahan dengan peralatan yang sangat sederhana seperti rakkala (bajak), bingkung (cangkul) untuk membongkar tanah, salaga untuk meratakan bongkahan tanah, membersihkan rumput dengan parang atau sabit. Disamping itu mereka membuat irigasi untuk mengairi sawah-sawah dan menanam padi secara bergiliran dengan tanaman palawija. Kesemuanya dikerjakan dengan teknik bercocok tanam tradisional berdasarkan cara-cara intensif yang mengandalkan tenaga manusia dan hewan yang dalam sejarah pertanian oleh ahli Antropolog Eric R. Wolf menyebut sebagai ekotipe paleoteknik.
Tipe budaya agraris masBugis Makassar adalah tipe pedesaan dengan bercocok tanam di ladang atau di sawah dengan padi sebagai tanaman pokok; sistem dasar kemasyarakatannya berupa desa komunitas petani dengan stratifikasi sosial yang sedang dan masyarakat kota yang menjadi orientasinya.
Dalam mitologi orang Bugis sehubungan upacara pertanian padi sawah terdapat kepercayaan tentang puteri titisan dewa "Sang Hyang Sri" atau "sangessari" yang dikawal oleh kucing belang berwarna kuning kemerah-merahan yaitu "Meongpalo Karellae". Dipercaya bahwa puteri Batara Guru yang bernama I Oddang Rlu meninggal sejak masih bayi, di atas pusaranya tumbuh padi yang dinamakan Sangessari (raja rumput) adalah jelmaan puteri / Oddang Riu yang oleh sebagian besar masyarakat petani dimuliakan lewat upacara serimonial "Maddoja bine". Upacara ini untuk mempersiapkan bibit yang telah direndam sehari semalam kemudian diletakkan di tengah rumah selama 3-7 hari, malam hari sebelum bibit disemaikan diadakan pembacaan Sure Selleyang atau sure bine yang mengisahkan tentang Sang Hyang Sri atau Sangessari. Kepercayaan lainnya adalah tentang hari-hari baik (kutika) sebagai pedoman untuk memulai segala aktifitas termasuk untuk memulai kegiatan di sawah dengan harapan akan mendatangkan hasil yang lebih baik.